Kunjungan Trump ke Arab Saudi Disambut MbS, Sementara PKK Turki Umumkan Pembubaran

Sahrul

Presiden Amerika Serikat Donald Trump memulai lawatannya ke kawasan Teluk Persia dengan penuh gemerlap, saat mendarat di Arab Saudi pada Selasa (13/5) waktu setempat. Kunjungan itu langsung mendapat sambutan yang bukan sembarangan—Putra Mahkota Mohamed bin Salman (MbS) sendiri yang menyambut sang pemimpin Amerika di karpet ungu yang digelar megah, lengkap dengan barisan kehormatan.

Momen itu seakan menunjukkan betapa eratnya relasi personal yang ingin ditunjukkan oleh kedua belah pihak. Bahkan, dalam pertemuan bilateralnya, Trump menyatakan dengan terang-terangan:

“Saya benar-benar yakin kita sangat menyukai satu sama lain,” kata Trump selama pertemuan bilateral dengan Pangeran MbS.

Arab Saudi menjadi tujuan awal dalam rangkaian tur diplomatik Trump di kawasan Timur Tengah. Setelah Riyadh, ia dijadwalkan untuk melanjutkan perjalanan ke Qatar dan Uni Emirat Arab, dua negara sekutu Amerika lainnya di wilayah tersebut.

Sindiran Xi Jinping Soal Hegemoni dan Perang Dagang

Di sisi lain dunia, suasana politik global turut memanas saat Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menyuarakan kritik tajam terhadap sikap negara-negara yang mengedepankan tekanan sepihak. Dalam forum bersama pemimpin Amerika Latin dan Karibia di Beijing, Xi tak segan melempar sindiran terhadap praktik intimidasi global yang dilakukan oleh pihak yang merasa berkuasa.

“Tidak ada pemenang dalam perang tarif atau perang dagang. Bullying atau hegemonisme hanya akan membawa pada pengasingan diri,” ujar Xi dalam forum tingkat tinggi bersama para pemimpin Amerika Latin dan Karibia, Selasa (waktu setempat), di Beijing.

Pernyataan ini muncul hanya satu hari setelah AS dan China menyetujui jeda dalam eskalasi tarif perdagangan, yaitu penangguhan selama 90 hari atas sejumlah produk. Kesepakatan tersebut dianggap sebagai sinyal menurunnya tensi panas antara dua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia itu.

PKK Hentikan Perlawanan Bersenjata Setelah 40 Tahun

Di tengah sorotan terhadap para pemimpin dunia, sebuah kabar mengejutkan datang dari Turki. Setelah nyaris empat dekade berjuang melalui jalur kekerasan, Partai Pekerja Kurdistan (PKK) resmi menyatakan pembubarannya. Organisasi ini telah menjadi simbol perlawanan bagi sebagian etnis Kurdi, namun juga dianggap sebagai kelompok militan oleh Ankara.

Dalam pernyataan yang dikutip dari AFP, PKK mengumumkan:

“(PKK) telah memutuskan untuk membubarkan diri dan mengakhiri perjuangan bersenjatanya (melawan Pemerintah Turki),” tulis pernyataan resmi PKK, dikutip dari AFP.

PKK dibentuk pada era 1970-an oleh Abdullah Ocalan, dan mulai mengangkat senjata melawan pemerintah Turki sejak tahun 1984. Dalam kurun waktu lebih dari 40 tahun, konflik yang mereka ciptakan telah menelan korban jiwa hingga mencapai 40 ribu orang—baik dari pihak militer, warga sipil, maupun anggota kelompok itu sendiri.

Pengumuman pembubaran ini menjadi titik akhir dari sebuah bab kelam dalam sejarah konflik domestik Turki. Seperti kobaran api yang perlahan padam setelah bertahun-tahun menyala, keputusan ini menjadi simbol berhentinya satu dari banyak suara perlawanan bersenjata di kawasan tersebut.

Kilas Internasional Rabu (14/5) ini menampilkan kontras tajam antara megahnya diplomasi antarnegara dan berakhirnya pergolakan bersenjata yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Dunia berubah—dari sambutan karpet ungu di Riyadh, sindiran tajam di Beijing, hingga senjata yang kini diletakkan di pegunungan Turki.

Also Read

Tags

Leave a Comment