Menteri Keuangan dari kubu kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengungkapkan bahwa sedikitnya pasokan makanan yang diizinkan masuk ke wilayah Jalur Gaza tidak akan sampai kepada kelompok Hamas. Ia menegaskan bahwa Israel berkomitmen untuk meratakan sisa-sisa wilayah tersebut. Smotrich menggambarkan Jalur Gaza sebagai “satu kota teror besar” yang kini menjadi medan tempur penuh amarah.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa militer Israel tengah menjalankan operasi untuk “menghancurkan semua yang tersisa di Jalur Gaza.” Menurutnya, warga sipil yang masih bertahan akan dipindahkan dari area pertempuran, karena tentara tidak akan membiarkan hal-hal yang dianggap “tidak penting” menghambat misi mereka.
Smotrich menyatakan bahwa penduduk Gaza diarahkan untuk bergerak ke bagian selatan wilayah tersebut, dan dari sana, dengan harapan dan pertolongan Tuhan, mereka dapat menuju negara ketiga. Ia menambahkan, “Yang paling sedikit akan sampai ke penduduk – hanya agar dunia tidak menghentikan kami dan menuduh kami melakukan kejahatan perang.” Ini menggambarkan sebuah strategi yang berlapis antara kemanusiaan terbatas dan kepentingan militer.
Dalam beberapa hari mendatang, jumlah bantuan yang masuk dipastikan sangat minim: hanya berupa “beberapa toko roti yang mendistribusikan roti pita kepada orang-orang, dan dapur umum yang menyediakan satu porsi makanan matang setiap hari.” Warga sipil pun hanya akan menerima “satu pita dan sepiring makanan – itu saja,” kata Smotrich, seolah menyiratkan bahwa kebutuhan dasar pun menjadi sebuah kemewahan dalam situasi yang makin memburuk ini.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa militer akan menguasai seluruh Gaza. Dalam sebuah video yang dilaporkan oleh BBC, ia berkata, “Kami terlibat dalam pertempuran besar-besaran – intens dan substansial – dan ada kemajuan. Kami akan menguasai semua wilayah di Jalur Gaza, itulah yang akan kami lakukan.” Pernyataan ini memperlihatkan tekad kuat Israel dalam merebut kendali penuh atas wilayah yang kini penuh konflik tersebut.
Menanggapi kritik atas blokade yang diterapkan, Netanyahu menyatakan bahwa Israel harus mencegah kelaparan selama perang berlangsung, baik dari sisi praktis maupun diplomatik. Ia menegaskan, “Sederhananya, pihak lain tidak akan mendukung kami; kami tidak akan dapat menyelesaikan misi kemenangan.” Pendekatan Israel adalah memberikan “bantuan kemanusiaan minimal selama perang,” dan karena Hamas diketahui menjarah sebagian bantuan tersebut, mereka akhirnya menghentikan aliran bantuan tersebut sepenuhnya.
Dalam pernyataannya, Netanyahu mengungkapkan bahwa Israel “mendekati garis merah,” dengan tekanan dari senator dan sekutu yang mengatakan, “kami tidak dapat menangani gambar-gambar kelaparan, kelaparan massal.” Oleh karena itu, Israel merasa perlu menyediakan “jembatan dasar minimal” yang cukup untuk menghindari kelaparan total di Gaza.
Sebelumnya, militer Israel telah memberi peringatan kepada warga di kawasan Khan Younis, Bani Suheila, dan Abasan untuk “segera mengungsi” sebelum serangan dimulai. Juru bicara IDF berbahasa Arab, Avichay Adraee, menyampaikan lewat platform X bahwa mereka akan melancarkan “serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menghancurkan kemampuan organisasi teroris di daerah ini.” Ia menambahkan peringatan keras, “Anda harus segera mengungsi ke wilayah barat Mawasi,” serta menyebut Khan Younis sebagai “zona pertempuran berbahaya.”
Artikel ini menggambarkan realita kelam yang kini menimpa Gaza, dengan metafora “jembatan dasar minimal” sebagai simbol setitik harapan di tengah reruntuhan dan kepedihan. Israel tampak menggunakan strategi pengepungan dan penghancuran yang menyisakan sedikit ruang bagi kehidupan normal bagi warga sipil. Sementara itu, panggung konflik ini menjadi saksi dari sebuah drama kemanusiaan dan kekuasaan yang berkelindan erat.