Blokade Israel Perparah Krisis di Gaza, Ribuan Warga Terancam Kehabisan Bantuan

Sahrul

Sejak hampir dua tahun terakhir, Gaza terus-menerus terjerat dalam kancah kekerasan akibat serangan militer Israel yang tiada henti. Tanpa adanya jeda, kehidupan di wilayah terkepung ini semakin terpuruk, dengan keadaan yang makin mengerikan akibat penghentian bantuan kemanusiaan yang diblokade oleh Israel. Keputusan tersebut membuat situasi yang sudah kritis semakin mencekam, menghancurkan harapan warga yang terperangkap di dalamnya.

Blokade dan Terhambatnya Akses Bantuan

Selama dua bulan terakhir, Gaza dikepung oleh blokade total yang membatasi semua jalur pengiriman bantuan kemanusiaan dan komersial. Selain serangan udara yang tak terhentikan, situasi semakin buruk dengan ketidakmampuan untuk memasukkan makanan, obat-obatan, dan pasokan vital lainnya. Di tengah kehancuran yang melanda, warga Gaza terjebak dalam ketakutan, tidak tahu apa yang akan terjadi pada hari esok.

Ahmad Qattawi, seorang warga Gaza, menggambarkan keadaannya dengan kata-kata yang tak dapat disangkal, “Kenyataan di Gaza tidak bisa digambarkan. Kami hidup dalam tragedi, mencoba bertahan hidup tanpa mengetahui keselamatan kami nantinya.” Kekhawatiran akan serangan bom yang terus berlangsung dan kekurangan pangan menjadi ancaman terbesar bagi warga yang telah lama merasakan tekanan hidup.

Kekurangan Makanan dan Kenaikan Harga yang Tak Terbendung

Harga bahan makanan di Gaza telah meroket, menjadikan kebutuhan pokok menjadi barang mewah bagi banyak keluarga. Tomat, misalnya, yang merupakan bahan utama di dapur Palestina, kini dijual dengan harga yang melambung hingga 30 shekel (sekitar Rp137 ribu) per kilogram. Sebelum perang, harga bahan tersebut hanya sekitar 1-3 shekel (sekitar Rp4-13 ribu). Situasi ini mengakibatkan kelaparan di kalangan warga yang semakin tak terelakkan.

Amjad Shawa, Direktur Jaringan Organisasi Nonpemerintah Palestina (PNGO), menyebut kondisi ini sebagai bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya. “Sepanjang sejarah Gaza, kami tidak pernah mengalami situasi seperti ini. Ini adalah bencana,” tegasnya.

Bencana Kemanusiaan dan Kehancuran Sistem Kesehatan

Sistem kesehatan Gaza terperangkap di ambang kehancuran, tak mampu lagi menangani lonjakan korban akibat serangan udara yang terus menggempur wilayah tersebut. Menurut laporan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), pemblokiran pasokan medis menghambat pengobatan yang sangat dibutuhkan oleh korban, memperburuk krisis kesehatan yang sudah parah.

Mahmoud Hassouna, seorang pemuda berusia 24 tahun dari Kota Khan Younis, mengungkapkan kenyataan pahit yang dialami warga Gaza, “Kami kembali bergantung pada makanan kaleng. Kami tak punya cukup uang untuk membeli sayuran, yang harganya melambung tinggi di pasaran.” Ketergantungan pada makanan kaleng, serta kesulitan mencari kayu bakar untuk memasak, mencerminkan betapa terpuruknya kehidupan mereka di tengah kekurangan sumber daya yang semakin parah.

Pelanggaran Gencatan Senjata dan Perpanjangan Krisis

Gencatan senjata yang dimulai pada Januari 2025 sempat memberikan harapan baru, namun itu hanya berlangsung sebentar. Pada Maret 2025, Israel kembali melanggar kesepakatan tersebut, melanjutkan serangannya ke Gaza, dan menghentikan pengiriman bantuan. Hal ini menyebabkan lebih banyak keluarga Gaza kembali mengungsi dan terjebak dalam ketidakpastian tanpa adanya akses terhadap bantuan vital.

Israel juga melakukan penutupan seluruh perlintasan perbatasan Gaza, memutus jalur pasokan yang penting untuk kelangsungan hidup. Blokade ini, yang disebut sebagai bagian dari strategi “tekanan maksimum,” tidak hanya menghalangi pasokan makanan, tetapi juga menciptakan kondisi yang menghalangi warga Gaza untuk memproduksi makanannya sendiri.

Situasi Mencekam: Serangan Terbaru Menewaskan Puluhan

Pada Senin, 5 Mei 2025, serangan udara Israel menghantam sejumlah kawasan permukiman di Gaza City dan Beit Lahiya, menewaskan sedikitnya 19 orang, termasuk wanita dan anak-anak. Mahmud Bassal, juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, melaporkan, “Kami menemukan 15 martir dan 10 orang luka-luka, sebagian besar anak-anak dan wanita.” Tragedi ini semakin memperburuk keadaan yang sudah penuh dengan ketidakpastian dan rasa takut.

Gempuran militer Israel yang terus meningkat, ditambah dengan tidak adanya tempat aman bagi warga Gaza untuk berlindung, menjadikan situasi semakin tidak terkendali. Laporan PBB dan lembaga bantuan lainnya menyebutkan bahwa lebih dari 423.000 orang di Gaza kini mengungsi tanpa tempat berlindung yang aman.

Seruan Internasional dan Tanggung Jawab Israel

PBB dan organisasi kemanusiaan internasional semakin menegaskan pentingnya akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Tom Fletcher, Wakil Sekretaris Jenderal PBB, menekankan bahwa “Hukum internasional cukup jelas: Sebagai kekuatan pendudukan, Israel wajib mengizinkan akses bantuan kemanusiaan.” Keengganan untuk mematuhi kewajiban internasional ini mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia dan bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.

Gaza terus berjuang dalam kegelapan, berharap ada cahaya di ujung terowongan. Namun, dengan setiap serangan yang mengguncang dan setiap harapan yang sirna, masa depan wilayah ini semakin kabur, menuntut dunia untuk lebih peduli dan bertindak.

Also Read

Tags

Leave a Comment