Langit Gaza kembali memerah, dibelah oleh deru jet tempur yang melepaskan rentetan serangan udara. Gelombang serangan terbaru dari militer Israel ke wilayah Palestina ini kembali memakan korban jiwa—kali ini 36 orang dilaporkan meninggal dunia.
Berdasarkan laporan dari kantor berita AFP, Kamis (24/4/2025), salah satu serangan menargetkan sebuah kediaman di Gaza yang dihuni oleh sebuah keluarga. Rumah yang semula menjadi tempat berlindung dan beristirahat itu kini berubah menjadi puing, mengubur enam penghuninya—pasangan suami istri dan keempat anak mereka.
Menurut kesaksian Nidal al-Sarafiti, kerabat dari keluarga yang menjadi korban, tragedi ini terjadi saat malam masih tenang dan para korban tengah tertidur pulas.
“Apa yang bisa saya katakan? Kehancuran itu tidak menyisakan siapa pun,” katanya kepada AFP, menggambarkan betapa totalnya kehancuran yang ditimbulkan.
Tak berhenti di situ, ledakan lainnya juga mengguncang kawasan Jabalia di Gaza bagian utara. Di lokasi yang dulunya merupakan kantor polisi, sembilan nyawa turut melayang dan sejumlah lainnya mengalami luka-luka. Para korban dilarikan ke Rumah Sakit Indonesia yang berada di wilayah tersebut.
Abdel Qader Sabah, salah satu penduduk setempat, menggambarkan situasi yang kacau balau saat dentuman keras memecah malam.
“Pengeboman itu sangat hebat dan mengguncang seluruh wilayah,” katanya.
“Semua orang mulai berlarian dan berteriak, tidak tahu harus berbuat apa karena kengerian dan parahnya pengeboman itu,” sambungnya.
Sementara itu, pihak militer Israel menyatakan bahwa serangan mereka diarahkan ke apa yang mereka sebut sebagai “pusat komando dan kendali” milik Hamas di kawasan Jabalia. Meski demikian, dalam keterangan resminya, mereka tidak merinci apakah yang dimaksud adalah kantor polisi yang hancur tersebut.
“Pusat komando dan kendali itu digunakan oleh para teroris untuk merencanakan dan melaksanakan serangan teroris terhadap warga sipil Israel dan pasukan IDF,” demikian isi pernyataan resmi dari militer Israel.
Konflik yang tak kunjung padam ini terus menyisakan duka mendalam, terutama bagi warga sipil yang terjebak di tengah pertempuran dua kekuatan. Gaza, yang telah lama menjadi simbol penderitaan, kembali diselimuti kabut debu dan ratapan kehilangan.






