[Update] Kunjungan Firli Makin Suburkan Praktek Korupsi di Aceh

SEBAGAIMANA diketahui, kunjungan kerja Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI ke Aceh pada tanggal 7-8 November 2023 adalah dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 20, serta Roadshow Bus KPK yang dilaksanakan dalam memeriahkan Hakordia Tahun 2023.

Tahun ini, Roadshow Bus KPK dan Road To Hakordia 2023 mengusung tema ‘Sinergi Berantas Korupsi Untuk Indonesia Maju. Kegiatan Roadshow
Bus KPK dan Road To Hakordia 2023, dipusatkan di Aceh dan wilayah Timur Papua.

Kunjungan Ketua KPK Firli Bahuri ke Aceh, nampaknya disambut
antusias oleh masyarakat Aceh yang ditandai dengan maraknya
terpasang spanduk yang berisi kritik keras terhadap Ketua KPK Firli Bahuri, diantaranya berisi “KETUA KPK DATANG, KORUPTOR ACEH SENANG, UANG RAKYAT MELAYANG”.

Kemudian juga ditemukan
spanduk berisi “SELAMAT DATANG KETUA KPK FIRLI BAHURI DI PROVINSI TERMISKIN DI SUMATERA, KARENA KPK TIDAK MAMPU MEMBERANTAS KORUPSI DI ACEH”.

Pertanyaan besar yang wajib dijawab Firli Bahuri adalah apakah KPK datang ke Aceh hanya untuk melakukan pendidikan anti korupsi
terhadap masyarakat Aceh?

Sementara bukti-bukti kasus mega korupsi di Aceh terserak di semua institusi Pemerintah Aceh yang diduga melibatkan semua unsur pimpinan Pemerintah Aceh.

Lantas dimana tanggung jawab KPK yang juga mengemban tugas penindakan terhadap kasus korupsi.

Oleh sebab itu tidaklah berlebihan jika rakyat Aceh menuding Firli Bahuri yang kredibilitasnya buruk, sebagai bagian yang memberikan andil besar maraknya korupsi di Aceh.

Alih-alih menetralisir korupsi di Aceh, sejak kunjungan Firli Bahuri pada era Gubernur Nova Iriansyah hingga saat ini, tidak satupun KPK mengungkap kasus korupsi di Aceh dan semakin maraknya praktek korupsi di Aceh yang melibatkan unsur pimpinan Pemerintah Aceh.

Mungkin lebih tepat jika dikatakan prestasi Firli Bahuri di Aceh adalah menyuburkan praktek korupsi. Akan lebih presisi jika Firli Bahuri berkaca pada diri sendiri, ketimbang mengajarkan rakyat Aceh untuk
tidak korupsi, karena pendidikan anti korupsi senantiasa diajarkan di pesantren-pesantren dan masjid-masjid di Aceh.

Sejatinya peringatan hari anti korupsi sedunia, harus ditandai dengan penegakan hukum secara kaffah terhadap para koruptor dan menjebloskan koruptor ke penjara, sehingga uang rakyat yang telah dijarah dapat dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat.

Bukan sebaliknya yang terjadi saat ini di Aceh adalah berjangkitnya virus syndrome Firli, dimana antara aparat penegak hukum anti korupsi berempati terhadap koruptor.

Syndrome Firli telah menyebabkan kemiskinan di Aceh semakin akut dan uang rakyat Aceh terserak di
kantong-kantong koruptor dan kalangan penegak hukum anti korupsi.

Kiranya mohon untuk dipahami, Aceh punya pengalaman separatis akibat distribusi pembangunan tidak merata, oleh sebab itu jangan sampai nanti KPK era kepemimpinan Firli Bahuri dituding memberi andil besar terhadap bangkitnya kembali perlawanan anti Pemerintah RI untuk kemerdekaan Aceh.

Oleh: Sri Radjasa Chandra MBA, Pemerhati Aceh dan Pegiat Anti Korupsi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *